SOLOK KOTA - Jika dibandingkan dengan jumlah kendaraan khususnya di tahun 2020, terjadi kelebihan dari target pendapatan si pengelola, dan juga terjadi tunggakan sebanyak Rp.402.832.750, dari total Rp.729.928.350, target pendapatan retribusi parkir. Selain itu, pada retribusi kakus (WC umum) di Pasar Raya Solok, juga terjadi tunggakan sebesar Rp.47.650.000, .
Hal itu disampaikan juru bicara fraksi partai Golongan Karya DPRD Kota Solok, Sumatera Barat, Nasril In Dt.Malintang Sutan, SH, dalam rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi tentang nota penjelasan Wali Kota terhadap empat (4) rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang tengah dibahas Pemda dan DPRD setempat untuk kemudian nantinya disepakati.
Adapun keempat Ranperda itu adalah tentang Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, Susunan dan Nomenklatur Perangkat Daerah, serta Ketahanan Pangan.
Secara terpisah, kepada INDONESIA SATU Nasril In Dt.Malintang Sutan usai rapat paripurna penyampaian jawaban Pemda atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kota Solok terhadap 4 Ranperda itu, Selasa, 23 Maret 2021, menyatakan bahwa sebetulnya dua dari empat Ranperda yang tengah dibahas yaitu tentang retribusi jasa umum dan jasa usaha sudah bagus. Akan tetapi, menurutnya dalam pelaksanaan Perda itu tergantung pada komitmen Pemerintah Daerah, yang artinya Pemda dalam penerapan aturan tersebut, terkadang terkesan setengah-setengah sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Baca juga:
Usai Coblos, Ini Pesan Anggota DPRD Pasaman
|
Terkait hal itu, dicontohkan Dt.Malintang Sutan bahwa sebagaimana yang disampaikannya dalam di dalam pandangan fraksi umum Senin (22/3), rerkait implementasi Perda Retribusi Jasa Umum dalam hal pemungutan pajak dan retribusi daerah khusus untuk parkir terjadi tunggakan oleh beberapa pengelola dengan total sebesar 400 juta lebih di tahun 2020.
“Jika ada kebijakan dari kepala daerah, tentu berlaku sama bagi seluruhnya. Sementara, para pengelola parkir ada malah yang berlebih memberikan atau menyetor retribusi kepada Pemerintah Daerah dari target yang ditetapkan pada mereka, yang artinya plus bagi mereka. Sementara, ada pengelola lainnya yang menunggak melebihi 30 juta atau 40 juta, kenapa dibiarkan sehingga merugikan daerah yang berarti juga merugikan masyarakat secara keseluruhan, ” ujar Dt.Malintang Sutan.
“Untuk itu, Pemerintah harus tegas dan adil dalam menerapkan Perda. Jika alasannya karena pembatasan jam operasional serta social distancing karena di masa pandemi Covid-19 sebagaimana jawaban Pemko terhadap hal tersebut, toh sebahagian pengelola malah menyetorkan berlebih dari target, ” ulasnya.
Lebih jauh ditambahkannya, selain itu seperti halnya pengelolaan pemungutan retribusi parkir, penunggakan setoran retribusi WC Umum yang juga pengelolaannya dipihak ketigakan pun terjadi tunggakan di tahun 2020 dengan nominal hampir mencapai 50 juta rupiah yakni Rp.47.650.000, .
Diakuinya, memang pemerintah daerah sudah menyurati pihak pengelola. Namun menurutnya, setelah disurati tertu ada batas waktu untuk para pengelola tersebut membayarkan tunggakan itu.
“Sekarang Pemda mau memperkaya seseorang atau malah dipergunakan untuk politik?, ” ujar politisi senior Partai berlambang beringin Kota Solok itu.
Dengan kejadian penunggakan yang berteptan dengan tahun pelaksanaan perhelatan Politik pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang saat itu diikiuti oleh Wali Kota Solok sebagai petahana, menurut Nasril, ada indikasi hal itu berkaitan erat dengan upaya memuluskan hasrat politik sang Wali Kota agar mendapatkan bantuan dukungan dari para pengelola yang menunggak.
“Ada indikasi ke arah sana, karena terjadi di tahun 2020 yang bertepatan dengan pelaksanaan Pilkada. Kita idak menuduh, namun jadi pertanyaan pada diri kita. Yang jelas tunggakan banyak, sesuai dengan data yang ada, ” tegasnya.
Lebih jauh terkait Perda yang tengah dibahas, menurut anggota DPRD Kota Solok 3 perode itu, pada fokusnya perubahan Perda Retribusi, terjadi pada angka-angka atau nilai pungutan. Contoh parkir kendaraan roda dua dari seribu rupiah menjadi dua ribu, roda empat dari dua ribu menjadi tiga ribu.
Kemudian berkaitan dengan Perda Ketahanan Pangan, menurut Nasril sebenarnya Kota Solok sudah terlambat dibanding daerah lain yang sejak tahun 2016 sudah membentuknya. Namun ia tidak menampik dan mengakui bahwa dalam hal itu Pemerintah Daerah dan DPRD setempat mempunyai peran atas keterlambatan itu.
“Meski terlambat, kita berharap agar Pemerintah Daerah yang memiliki peran eksekutif untuk mengoptimalkan implementasikannya untuk sebesar-berasnya kepentingan daerah dan masyarakat, ” sebutnya. (Amel)